Jumat, 30 Oktober 2015

Mitra Raflesia Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2011



HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE  DI BENGKULU

NH. Noeraini

Health Community Education Program, STIKes Bhakti Husada
Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422
email : stikesbh03@gmail.com

ABSTRACT

           Since 1968 the death rate due to dengue fever in Indonesia increased from 0.05 (1968 ) to 8.14 ( 1973), 8.65 (1983 ) and reached the highest rate in 1988 is 27.09 per 100,000 population by the number of patients as 47 573 people. 1,527 people died from 201 patients reported the second level. The problem in this study was the high morbidity rate of dengue hemorrhagic fever in the Village District of Gading Cempaka Cempaka Permai City Bengkulu. Tujuan study was to determine the relationship of environmental sanitation and behavior with the incidence of dengue in the Village District of Gading Cempaka Cempaka Permai Bengkulu City.
This type of research diskrptif an analytical case control design. DBD sample is positive as negative as dengue cases and controls, sample size of 60 people. Univariate and bivariate analysis with the Chi-Square test statistic.
Results were obtained, almost half ( 45 % ) poor home sanitation, almost half ( 46.7 ) of bad behavior, and environmental sanitation relationship with the incidence of dengue p value ( 0.038 ), as well as behavioral relationship with the incidence of dengue p value ( 0,020 ) Conclusions More than half of both the environment and behavior and there is a significant relationship between environmental sanitation and behavior with the incidence of dengue. It is recommended in order to optimize the health center community education programs about dengue disease and the role of the community through 3M plus.  .

Keywords : DBD , environmental sanitation and behavior


PENDAHULUAN

Salah satu sasaran peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah untuk menurunkan angka kematian dan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus ditandai dengan demam disertai pendarahan dan dapat menimbulkan syok dan kematian, terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam meningkat, nyeri otot dan biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak sehingga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Hadinegoro, 1999). Menurut WHO (1997), Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue family flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotype virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan subtropis. Di setiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina), penyakit ini sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang dalam waktu singkat.  Demam berdarah dengue (BDB) semakin menyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan semua desa atau kelurahan mempunyai resiko untuk terjangkit DBD karena nyamuk penular (Aedes Aegyti) tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah yang tingginya lebih dari 100 m dari permukaan laut (Depkes RI, 1999).   
Menurut HL Bloom (Depkes RI, 1999), derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor keturunan (herediter), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (Health service) dan perilaku (behavior). Keadaan lingkungan sangat berpengaruh karena tidak memenuhi persyaratan kesehatan baik pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan karena prilaku, kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi, maupun teknologi. (Depkes RI, 2001). 
Sanitasi Lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia ( Budiman Chandra, 2005).
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan (Purwanto, 1999). Menurut Notoatmodjo, (2003) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Robert Kwick (1974) di kutip dari Notoatmodjo, (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Bloom (1976), mengatakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan).
Kasus penyakit DBD di Provinsi Bengkulu pada tahun 2007 tercatat jumlah kasus 170 orang dengan kasus tertinggi di wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat yaitu dengan persentase 19,41 %, tahun 2008 tercatat jumlah kasus 181 orang dengan kasus tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat yaitu dengan persentase 18,23 %.  Data tersebut menunjukkan bahwa Puskesmas Lingkar Barat memiliki kasus penderita DBD yang tertinggi di antara Puskesmas lain di Kota Bengkulu, Hal ini diperkuat lagi dengan data pada tahun 2009 kasus penderita DBD di Puskesmas Lingkar Barat meningkat menjadi 49 kasus (Dinkes Kota, 2009).
Tindakan pencegahan terhadap penyakit lebih baik daripada  mengobati, maka faktor penentu kejadian penyakit dikenali dan dipahami. Salah satu penyebab tidak langsung yaitu perilaku manusia yang berasal dari dorongan yang ada di dalam diri manusia dan sanitasi lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih.
Data yang diperoleh dari Profil Puskesmas Lingkar Barat Kelurahan Cempaka Permai tahun 2009 menunjukan persentase rumah sehat yaitu 84,55 %, persentase keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi jamban sehat yaitu 92,25 %, persentase pengolahan air limbah sehat yaitu 81,89 %, perentase keluarga memiliki akses air bersih dengan tingkat pencemaran tinggi yaitu 1,35 % tingkat pencemaran sedang 9,21 % dan pencemaran rendah 89,43 %. Perilaku masyarakat di Kelurahan Cempaka Permai masih belum menunjukkan perilaku sehat, hal ini ditunjukkan dengan perilaku masyarakat yang belum mengarah pada pelaksanaan 3 Mplus untuk mencegah penyakit DBD.
Meningkatkan peran aktif masyarakat dan anggota keluarga dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian DBD di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu ”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah diskriptif yang bersifat analitik dengan rancangan penelitian case control yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (faktor resiko) sebagai sebab dan variabel dependen (kejadian DBD) sebagai akibat. Rancangan kasus kontrol dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu kelompok yang sakit (kasus) dan tidak sakit (kontrol),  kemudian menelusuri ke belakang untuk mencari faktor penyebab untuk terjadinya akibat (Murti, 2000)
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka yang berobat di Puskesmas Lingkar Barat pada tahun 2009.
Sampel adalah (penduduk) penderita DBD positif yang dibuktikan dengan hasil laboratorium dijadikan sebagai kasus yaitu sebanyak 30 kasus dan yang tidak menderita DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium dijadikan sebagai kontrol serta  bersedia dijadikan subjek penelitian, kontrol diambil dari penderita yang tidak DBD dengan perbandingan 1:1 sehingga kontrol diambil sebanyak 30 orang. Jadi jumlah sampel adalah 60 orang.
Kasus adalah penderita DBD yang ditemukan selama penelitian dari  unit pelayanan (Puskesmas) yang ada di wilayah penelitian berdasarkan gejala klinis DBD dan ditemukan plasmodium dalam darah yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1.        Seluruh penduduk yang pernah diperiksa sediaan darahnya secara mikroskopis positif DBD dijadikan sebagai kasus, sedangkan penduduk yang pernah diperiksa darahnya secara mikroskopis negatif DBD dijadikan sebagai kontrol.
2.        Tercatat/terdaftar dibuku register Puskesmas
3.        Merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) di kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka.
4.        Bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.
Kriteria Eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1.        Penduduk yang belum pernah diperiksa sediaan darahnya secara mikroskopis
2.        Warga yang berobat atau melakukan pemeriksaan di kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka.
3.        Tidak bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.

Kontrol pada  penelitian ini adalah penderita yang mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan kasus. Calon kontrol didata di setiap wilayah Puskesmas penelitian dan dibuat kerangka sampel. Pemilihan kontrol dilakukan dengan menggunakan metode  Simple Random Sampling  dengan kriteria kontrol :
1.   Pasien (warga yang berobat ke Puskesmas) dengan tidak menderita penyakit DBD
2.   Dapat berkomunikasi dengan baik
3.   Bersedia menjadi responden
Penelitian dilakukan tanggal 29 Mei sampai dengan 25 Juni 2010 di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu
Data primer diperoleh dengan cara membagikan kuesioner tentang sanitasi lingkungan, perilaku dan kejadian DBD kepada responden dengan bentuk pertanyaan tertutup. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat tidak langsung dari responden, tapi didapatkan dengan metode pencarian data dari yang berkunjung ke puskesmas Lingkar Barat dan data laporan dinas kesehatan Kota Bengkulu.
Analisis univariat  dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi subjek penelitian dan proporsi kasus dan kontrol menurut masing-masing variabel Independen (faktor resiko) yang diteliti.
Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan statistik antara variabel independen dan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel di dalam penelitian ini adalah dengan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (p=0,05) dilakukan dengan bantuan program SPSS
Selanjutnya juga diperoleh besar resiko (Odds rasio/OR) paparan terhadap kasus.

HASIL  DAN PEMBAHASAN

HASIL

Data karakteristik penelitian ini yaitu variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan dinyatakan dalam presentase sebagai berikut :

a.       Kelompok Kasus
Penderita DBD lebih dari sebagian (66,67%) laki-laki, hampir sebagian berada pada kelompok umur 1-10 tahun, sebagian (50%) berpendidikan SMA, dan menurut pekerjaan  hampir sebagian (36,67%) adalah pelajar.

b.       Kelompok Kontrol
 Responden lebih sebagian (60%) berjenis Kelamin laki-laki,  berada pada kelompok umur 31-40 tahun, lebih sebagian (56,67) berpendidikan SMA,dan hampir sebagian (43,33) bekerja sebagai PNS

Variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah variabel independen yaitu sanitasi lingkungan dan perilaku, sedangkan variabel dependen adalah kejadian DBD. Untuk menilai sanitasi lingkungan dan perilaku dari responden di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, maka jawaban responden dikelompokkan dalam dua kategori yaitu ya dan tidak dengan indikator skor 1-2 kemudian digunakan metode nilai tengah (median) dan tabel distribusi frekuensi.
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sanitasi Lingkungan Di Kelurahan Cempaka Permai Kota Bengkulu diperoleh bahwa dari 60 responden, hampir sebagian (45%)  sanitasi lingkungan rumahnya buruk. Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Di Kelurahan  Cempaka Permai  Kota Bengkulu diperoleh bahwa dari 60 responden hampir sebagian (46,7) perilaku buruk. Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian DBD Di Kelurahan Cempaka Permai Kota Bengkulu diperoleh bahwa jumlah kelompok kasus (DBD) dan kelompok kontrol (tidak DBD) sama, yaitu 30 orang (50%)
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui satu hubungan antara satu variabel independen dengan variabel dependen. Jenis uji statistik yang dipakai yaitu Chi-Square  yang diolah dengan sistem komputerisasi, adapun analisisnyasebagai berikut:
Berdasarkan tabulasi silang data sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD, maka dapat diketahui pada kelompok kasus (DBD), 18 orang (60%) menyatakan sanitasi lingkungan buruk, sedangkan 12 orang (40 %) menyatakan sanitasi lingkungan baik. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang (30%) menyatakan sanitasi lingkungan buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan sanitasi lingkungan baik. Hasil uji chi square diperoleh nilai  p value (0,038) < (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD. Nilai Odds Rasio (OR) pada variabel sanitasi lingkungan yaitu 3,500 (CI : 1,201-10,196).
Berdasarkan tabulasi silang data perilaku dengan kejadian DBD, maka maka dapat diketahui pada kelompok kasus (DBD), 19 orang (63,3 %) menyatakan perilaku buruk, sedangkan 11 orang (36,7 %) menyatakan perilaku baik. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang (30%) menyatakan perilaku buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan perilaku baik. Diperoleh  p value (0,020) < (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan antara perilaku dengan kejadian DBD. Nilai Odds Rasio (OR) pada variabel sanitasi lingkungan yaitu 4,030 (CI : 1,372-11,839).

PEMBAHASAN

Variabel Sanitasi Lingkungan Responden Di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu,  bahwa dari 60 responden, hampir sebagian (45%)  sanitasi lingkungan rumahnya buruk. Hasil penelitian diperoleh bahwa parit didepan rumah tidak mengalir, ada kamar yang tidak berjendela sehingga lembab,  tandon air tidak dikuras setiap hari  dan pot-pot bunga jarang dibersihkan. Sesuai hasil penelitian Fathi dan Chatarina (2005) bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue.
Variabel Perilaku Responden Di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, bahwa dari 60 responden hampir sebagian (46,7) perilaku buruk. Hasil penelitian diperoleh bahwa  tidak menguras tandon air setiap hari, baju bergelantungan, tidak memasang kasa di ventilasi dan tidak segera membuang kalengkaleng bekas ke TPA
Hubungan Sanitasi Lingkungan  dengan Kejadian DBD diperoleh nilai p 0,038 (< a 0,05), berarti ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD.  Kelompok kasus dengan sanitasi  lingkungan baik hampir sebagian (40%), hasil penelitian diperoleh bahwa pada kelompok kasus  terkena gigitan nyamuk di sekolah, di kantor dan di tempat saudara yang terkena DBD. Pada saat tidur di rumah tidak pakai kelambu dan tidak memakai autan.  Kelompok kasus dengan sanitasi lingkungan buruk sebagian besar (60 %). Hasil penelitian diperoleh, responden pakaiannya bergelantungan, tandon air dikuras lebih 3 hari , parit tergenang, tidur tdk pakai kelambu dan tidak pakai autan.    Hal ini sejalan dengan teori Bloom dalam Depkes (2001) bahwa status kesehatan ditentukan oleh 4 faktor yaitu faktor keturunan (herediter), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (Health service) dan perilaku (behavior). Selain itu, hasil penelitian Maironah (2005), bahwa dalam melakukan pencegahan DBD, keluarga perlu melakukan beberapa metode yang tepat, salah satunya yaitu metode lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, dan modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Hasil penelitian Widia (2009) tentang analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD menyatakan bahwa faktor pengetahuan, kebiasaan menggantung pakaian, kondisi TPA, kebersihan lingkungan berhubungan dengan kejadian DBD, faktor TPA yang merupakan faktor paling berpengaruh dengan kejadian DBD, selain itu hasil penelitian Fathi dan Chatarina (2005) bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue.
Pada kelompok kontrol (tidak DBD) sanitasi lingkungan buruk ( 30  %) dan sanitasi lingkungan baik (70%). Hasil penelitian responden tidur mengenakan kelambu dan memakai autan dan pada pagi hari tidak ada yang tidur rumah. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) bahwa, kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terciptanya kesehatan yang optimum.
Hubungan Perilaku dengan Kejadian DBD
Hubungan antara perilaku dengan kejadian DBD diperoleh nilai p = 0,020 (< a 0,05), berarti ada hubungan antara perilaku dengan kejadian DBD. Kelompok kasus (DBD), 19 orang (63,3 %) menyatakan perilaku buruk, sedangkan 11 orang (36,7 %) menyatakan perilaku baik. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden tidak menguras tandon air setiap tiga hari, tidak segera mencuci baju sehingga baju bergelantungan menyebabkan nyamuk bersarang, tidak menimbun kaleng di sekitar rumah. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang (30%) menyatakan perilaku buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan perilaku baik. Hasil penelitian diperoleh hampir sebagian perilaku buruk dan tidak DBD, dikarenakan pada pagi hari rumah tidak ada orang sehingga kesempatan nyamuk aedes aigypti  menggigit tidak ada. Pada malam hari responeden mtidur menggunakan obat nyamuk bakar dan ada yang menggunakan kelambu.  Hal ini sejalan dengan teori Bloom dalam Depkes (2001) bahwa dalam status kesehatan, faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang paling dominan dari ke empat faktor keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku. Selain itu, teori Notoatmodjo (2003) mengungkapkan perilaku terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni pertama, perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion behavior). Tingkat kedua, perilaku pencegahan penyakit (Health prevention behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes Aegpty. Begitu juga hasil penelitian Yatim (2001), bahwa cara yang paling efektif yang dapat dilakukan keluarga dalam pencegahan DBD adalah dengan 3 Mplus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, memberikan bubuk abate; menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat.
            Upaya pencegahan penyakit demam berdarah dengan membersihkan pekarangan rumah, membersihkan rumah, bak air di kamar mandi jika bisa dikuras setiap hari. Jika memiliki pot-pot bunga di dalam rumah harus diganti airnya setiap hari karena pot tersebut merupakan tempat bersarang nyamuk penyebab deman berdarah (Rotua Sumihar, 2009). Hasil penelitian Fathi dan Chatarina (2005) juga menunjukkan bahwa tindakan 3M berperan positif terhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD, selain itu penelitian Anton (2008) bahwa kebiasaan keluarga memakai anti nyamuk disiang hari berhubungan dengan kejadian DBD dan kebiasaan keluarga menggantung pakaian berhubungan dengan kejadian DBD.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

   Ada hubungan yang bermakna antara variabel sanitasi lingkungan dan perilaku dengan kejadian DBD di Kelurahan Cempaka Permai Kecamtan Gading Cempaka Kota Bengkulu.

SARAN

Disarankan petugas puskesmas meningkatkan program penyuluhan tentang penyakit DBD kepada masyarakat baik di dalam dan di luar gedung Puskesmas  serta  meningkatkan peran serta masyarakat melalui pemberantasan sarang nyamuk seperti menjalankan 3 M plus.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman Chandra, 2005. Pengantar Kesehatan lingkungan Kedokteran .Jakarta : EGC.
Dep Kes RI, 2001. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL). Jakarta.
_________1999. Pedoman Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI.
                            ,2003. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Untuk PKM. Jakarta: Dirjen PPM dan PL.
                ,2007. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan.
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2009. Laporan Tidak Diterbitkan.
Fathi dan Chatarina. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. Mataram : Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Hadinegoro, S.R.H, 1999. Demam Berdarah Dengue.Jakarta : FKUI.
Murti, B. 2000. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Notoatmojo, 2003. Pendidikan Dan    Perilaku Kesehatan. Jakarta : Adi Maha Satya.
Purwanto, H, 1999. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sitorus, Rotua Sumihar. 2009. Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009. USU.
Yasmin, 1999. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta : EGC.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar