HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI BENGKULU
NH.
Noeraini
Health
Community Education Program, STIKes Bhakti Husada
Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp
(0736) 23422
email
: stikesbh03@gmail.com
ABSTRACT
Since 1968 the death rate due to dengue fever in Indonesia increased from 0.05 (1968 ) to 8.14 ( 1973), 8.65 (1983 ) and reached the highest rate in 1988 is 27.09 per 100,000 population by the number of patients as 47 573 people. 1,527 people died from 201 patients reported the second level. The problem in this study was the high morbidity rate of dengue hemorrhagic fever in the Village District of Gading Cempaka Cempaka Permai City Bengkulu. Tujuan study was to determine the relationship of environmental sanitation and behavior with the incidence of dengue in the Village District of Gading Cempaka Cempaka Permai Bengkulu City.
This type of research diskrptif an analytical case control design. DBD sample is positive as negative as dengue cases and controls, sample size of 60 people. Univariate and bivariate analysis with the Chi-Square test statistic.
Results were obtained, almost half ( 45 % ) poor home sanitation, almost half ( 46.7 ) of bad behavior, and environmental sanitation relationship with the incidence of dengue p value ( 0.038 ), as well as behavioral relationship with the incidence of dengue p value ( 0,020 ) Conclusions More than half of both the environment and behavior and there is a significant relationship between environmental sanitation and behavior with the incidence of dengue. It is recommended in order to optimize the health center community education programs about dengue disease and the role of the community through 3M plus. .
Keywords : DBD , environmental sanitation and behavior
PENDAHULUAN
Salah satu sasaran peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan
adalah untuk menurunkan angka kematian dan meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal. Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus ditandai
dengan demam disertai pendarahan dan dapat menimbulkan syok dan kematian, terjadi
pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam meningkat, nyeri otot dan
biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak sehingga sering menimbulkan kejadian
luar biasa atau wabah (Hadinegoro, 1999). Menurut WHO (1997), Demam berdarah
dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue family flaviviridae, dengan genusnya
adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotype yang
dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotype
virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan
subtropis. Di setiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda
Demam berdarah dengue
(DBD) disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti (betina), penyakit ini sering menimbulkan wabah dan menyebabkan
kematian pada banyak orang dalam waktu singkat.
Demam berdarah dengue (BDB) semakin menyebar luas sejalan dengan
meningkatnya arus transportasi dan kepadatan semua desa atau kelurahan
mempunyai resiko untuk terjangkit DBD karena nyamuk penular (Aedes Aegyti) tersebar di seluruh
pelosok tanah air, kecuali pada daerah yang tingginya lebih dari 100 m dari
permukaan laut (Depkes RI, 1999).
Menurut HL Bloom (Depkes RI, 1999), derajat kesehatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor keturunan (herediter), lingkungan (environment),
pelayanan kesehatan (Health service) dan perilaku (behavior). Keadaan lingkungan sangat
berpengaruh karena tidak memenuhi persyaratan kesehatan baik pedesaan maupun
perkotaan yang disebabkan karena prilaku, kurangnya pengetahuan dan kemampuan
masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi, maupun teknologi. (Depkes RI,
2001).
Sanitasi Lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan
yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan
mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta
yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia ( Budiman Chandra, 2005).
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam
diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan
dasar dan kebutuhan tambahan (Purwanto, 1999). Menurut Notoatmodjo, (2003)
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Robert Kwick (1974) di kutip dari Notoatmodjo, (2003) menyatakan
bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Bloom (1976), mengatakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan
dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah kognitif
(pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan).
Kasus penyakit DBD di Provinsi Bengkulu pada tahun 2007 tercatat
jumlah kasus 170 orang dengan kasus tertinggi di wilayah Kerja Puskesmas
Lingkar Barat yaitu dengan persentase 19,41 %, tahun 2008 tercatat jumlah kasus
181 orang dengan kasus tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat yaitu
dengan persentase 18,23 %. Data tersebut
menunjukkan bahwa Puskesmas Lingkar Barat memiliki kasus penderita DBD yang
tertinggi di antara Puskesmas lain di Kota Bengkulu, Hal ini diperkuat lagi
dengan data pada tahun 2009 kasus penderita DBD di Puskesmas Lingkar Barat meningkat
menjadi 49 kasus (Dinkes Kota, 2009).
Tindakan pencegahan terhadap penyakit lebih baik daripada mengobati, maka faktor penentu kejadian
penyakit dikenali dan dipahami. Salah satu penyebab tidak langsung yaitu
perilaku manusia yang berasal dari dorongan yang ada di dalam diri manusia dan
sanitasi lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air
bersih.
Data yang diperoleh dari Profil Puskesmas Lingkar Barat Kelurahan
Cempaka Permai tahun 2009 menunjukan persentase rumah sehat yaitu 84,55 %,
persentase keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi jamban sehat yaitu 92,25
%, persentase pengolahan air limbah sehat yaitu 81,89 %, perentase keluarga
memiliki akses air bersih dengan tingkat pencemaran tinggi yaitu 1,35 % tingkat
pencemaran sedang 9,21 % dan pencemaran rendah 89,43 %. Perilaku masyarakat di
Kelurahan Cempaka Permai masih belum menunjukkan perilaku sehat, hal ini
ditunjukkan dengan perilaku masyarakat yang belum mengarah pada pelaksanaan 3 Mplus
untuk mencegah penyakit DBD.
Meningkatkan peran aktif masyarakat dan anggota keluarga dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan upaya
pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku
dengan Kejadian DBD di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu ”.
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian adalah diskriptif yang bersifat analitik dengan rancangan penelitian case control yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen (faktor resiko) sebagai sebab dan variabel dependen
(kejadian DBD) sebagai akibat. Rancangan kasus kontrol dilakukan dengan cara
menentukan terlebih dahulu kelompok yang sakit (kasus) dan tidak sakit
(kontrol), kemudian menelusuri ke
belakang untuk mencari faktor penyebab untuk terjadinya akibat (Murti, 2000)
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang
di Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka yang berobat di Puskesmas
Lingkar Barat pada tahun 2009.
Sampel adalah (penduduk) penderita DBD positif yang dibuktikan
dengan hasil laboratorium dijadikan sebagai kasus yaitu sebanyak 30 kasus dan
yang tidak menderita DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium dijadikan
sebagai kontrol serta bersedia dijadikan
subjek penelitian, kontrol diambil dari penderita yang tidak DBD dengan
perbandingan 1:1 sehingga kontrol diambil sebanyak 30 orang. Jadi jumlah sampel
adalah 60 orang.
Kasus adalah penderita DBD yang ditemukan selama
penelitian dari unit pelayanan
(Puskesmas) yang ada di wilayah penelitian berdasarkan gejala klinis DBD dan
ditemukan plasmodium dalam darah yang
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Kriteria Inklusi adalah
karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian
atau dijadikan responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1.
Seluruh penduduk yang pernah diperiksa sediaan darahnya secara
mikroskopis positif DBD dijadikan sebagai kasus, sedangkan penduduk yang pernah
diperiksa darahnya secara mikroskopis negatif DBD dijadikan sebagai kontrol.
2.
Tercatat/terdaftar dibuku register Puskesmas
3.
Merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) di kelurahan Cempaka
Permai Kecamatan Gading Cempaka.
4.
Bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.
Kriteria Eksklusi merupakan subjek penelitian
yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1.
Penduduk yang belum pernah diperiksa sediaan darahnya secara mikroskopis
2.
Warga yang berobat atau melakukan pemeriksaan di kelurahan Cempaka Permai
Kecamatan Gading Cempaka.
3.
Tidak bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.
Kontrol pada penelitian ini adalah
penderita yang mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan kasus. Calon
kontrol didata di setiap wilayah Puskesmas penelitian dan dibuat kerangka
sampel. Pemilihan kontrol dilakukan dengan menggunakan metode Simple
Random Sampling dengan kriteria
kontrol :
1. Pasien (warga
yang berobat ke Puskesmas) dengan tidak menderita penyakit DBD
2.
Dapat berkomunikasi dengan baik
3.
Bersedia menjadi responden
Penelitian dilakukan tanggal 29 Mei sampai dengan 25 Juni 2010 di Kelurahan
Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu
Data primer
diperoleh dengan cara membagikan kuesioner tentang sanitasi lingkungan,
perilaku dan kejadian DBD kepada responden dengan bentuk pertanyaan tertutup.
Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat tidak langsung dari responden,
tapi didapatkan dengan metode pencarian data dari yang berkunjung ke puskesmas
Lingkar Barat dan data laporan dinas kesehatan Kota Bengkulu.
Analisis univariat dilakukan
untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi subjek penelitian dan proporsi
kasus dan kontrol menurut masing-masing variabel Independen (faktor resiko)
yang diteliti.
Analisis Bivariat
digunakan untuk melihat hubungan statistik antara variabel independen dan
variabel dependen. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel di dalam penelitian ini adalah dengan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (p=0,05) dilakukan dengan
bantuan program SPSS
Selanjutnya juga diperoleh besar resiko (Odds rasio/OR) paparan terhadap kasus.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
HASIL
Data karakteristik penelitian ini yaitu variabel jenis kelamin, umur,
pendidikan, dan pekerjaan dinyatakan dalam presentase sebagai berikut :
a. Kelompok
Kasus
Penderita DBD lebih dari
sebagian (66,67%) laki-laki, hampir sebagian berada pada kelompok umur 1-10
tahun, sebagian (50%) berpendidikan SMA, dan menurut pekerjaan hampir sebagian (36,67%) adalah pelajar.
b. Kelompok Kontrol
Responden lebih sebagian (60%) berjenis
Kelamin laki-laki, berada pada kelompok
umur 31-40 tahun, lebih sebagian (56,67) berpendidikan SMA,dan hampir sebagian (43,33) bekerja sebagai PNS
Variabel yang menjadi fokus pada
penelitian ini adalah variabel
independen yaitu sanitasi lingkungan dan perilaku, sedangkan variabel dependen
adalah kejadian DBD. Untuk
menilai sanitasi lingkungan dan perilaku dari responden di Kelurahan Cempaka
Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, maka jawaban responden
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu ya dan tidak dengan indikator skor 1-2
kemudian digunakan metode nilai tengah (median) dan tabel distribusi frekuensi.
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Sanitasi Lingkungan Di Kelurahan Cempaka Permai Kota Bengkulu
diperoleh bahwa dari 60 responden, hampir sebagian (45%) sanitasi lingkungan rumahnya buruk. Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Di Kelurahan Cempaka Permai
Kota Bengkulu diperoleh bahwa dari 60 responden hampir sebagian (46,7)
perilaku buruk. Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian DBD Di
Kelurahan Cempaka Permai Kota Bengkulu diperoleh bahwa jumlah kelompok kasus
(DBD) dan kelompok kontrol (tidak DBD) sama, yaitu 30 orang (50%)
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui satu
hubungan antara satu variabel independen dengan variabel dependen. Jenis uji
statistik yang dipakai yaitu Chi-Square
yang diolah dengan sistem komputerisasi, adapun analisisnyasebagai berikut:
Berdasarkan tabulasi silang data sanitasi
lingkungan dengan kejadian DBD, maka dapat diketahui pada kelompok kasus (DBD),
18 orang (60%) menyatakan sanitasi lingkungan buruk, sedangkan 12 orang (40 %)
menyatakan sanitasi lingkungan baik. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang
(30%) menyatakan sanitasi lingkungan buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan
sanitasi lingkungan baik. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value
(0,038) < (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan
antara sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD. Nilai Odds Rasio (OR)
pada variabel sanitasi lingkungan yaitu 3,500 (CI : 1,201-10,196).
Berdasarkan tabulasi silang data perilaku dengan
kejadian DBD, maka maka dapat diketahui pada kelompok kasus (DBD), 19 orang (63,3
%) menyatakan perilaku buruk, sedangkan 11 orang (36,7 %) menyatakan perilaku
baik. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang (30%) menyatakan perilaku
buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan perilaku baik. Diperoleh p value (0,020) < (0,05) maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan antara perilaku dengan kejadian
DBD. Nilai Odds Rasio (OR) pada variabel sanitasi lingkungan yaitu 4,030
(CI : 1,372-11,839).
PEMBAHASAN
Variabel Sanitasi Lingkungan Responden Di Kelurahan
Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, bahwa dari 60 responden, hampir sebagian
(45%) sanitasi lingkungan rumahnya
buruk. Hasil penelitian diperoleh bahwa parit didepan rumah tidak mengalir, ada
kamar yang tidak berjendela sehingga lembab, tandon air tidak dikuras setiap hari dan pot-pot bunga jarang dibersihkan. Sesuai hasil penelitian Fathi dan Chatarina (2005) bahwa faktor lingkungan berupa
keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah
menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam
Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap
penularan ataupun terjadinya kejadian
Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue.
Variabel Perilaku Responden Di Kelurahan Cempaka
Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, bahwa dari 60 responden hampir
sebagian (46,7) perilaku buruk. Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak menguras tandon air setiap hari, baju
bergelantungan, tidak memasang kasa di ventilasi dan tidak segera membuang
kalengkaleng bekas ke TPA
Hubungan Sanitasi
Lingkungan dengan Kejadian DBD diperoleh nilai p 0,038 (< a 0,05), berarti ada hubungan antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian DBD. Kelompok kasus dengan sanitasi lingkungan baik hampir sebagian (40%), hasil
penelitian diperoleh bahwa pada kelompok kasus terkena gigitan nyamuk di sekolah, di kantor
dan di tempat saudara yang terkena DBD. Pada saat tidur di rumah tidak pakai
kelambu dan tidak memakai autan. Kelompok kasus dengan sanitasi lingkungan
buruk sebagian besar (60 %). Hasil penelitian diperoleh, responden pakaiannya
bergelantungan, tandon air dikuras lebih 3 hari , parit tergenang, tidur tdk
pakai kelambu dan tidak pakai autan. Hal ini sejalan dengan teori Bloom dalam Depkes
(2001) bahwa status kesehatan ditentukan oleh 4 faktor yaitu faktor keturunan (herediter), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (Health service) dan perilaku (behavior).
Selain itu, hasil penelitian Maironah (2005), bahwa dalam melakukan pencegahan
DBD, keluarga perlu melakukan beberapa metode yang tepat, salah satunya yaitu metode
lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, dan
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Hasil penelitian Widia (2009) tentang analisis faktor
yang berhubungan
dengan kejadian DBD menyatakan bahwa faktor pengetahuan, kebiasaan menggantung
pakaian, kondisi TPA, kebersihan lingkungan berhubungan dengan
kejadian DBD, faktor TPA yang merupakan faktor paling berpengaruh dengan
kejadian DBD, selain itu
hasil penelitian Fathi dan Chatarina
(2005) bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air,
baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan
faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian Luar Biasa penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Pada kelompok kontrol (tidak DBD) sanitasi lingkungan
buruk ( 30 %) dan sanitasi lingkungan
baik (70%). Hasil penelitian responden tidur mengenakan kelambu dan memakai
autan dan pada pagi hari tidak ada yang tidur rumah. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003)
bahwa, kesehatan lingkungan pada
hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga
berpengaruh positif terhadap terciptanya kesehatan yang optimum.
Hubungan Perilaku dengan Kejadian DBD
Hubungan antara perilaku
dengan kejadian DBD diperoleh nilai p = 0,020 (< a 0,05), berarti ada hubungan antara perilaku
dengan kejadian DBD. Kelompok kasus (DBD), 19 orang (63,3 %) menyatakan perilaku buruk, sedangkan
11 orang (36,7 %) menyatakan perilaku baik. Hasil
penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden tidak menguras tandon air
setiap tiga hari, tidak segera mencuci baju sehingga baju bergelantungan
menyebabkan nyamuk bersarang, tidak menimbun kaleng di sekitar rumah. Pada kelompok kontrol (tidak DBD), 9 orang (30%)
menyatakan perilaku buruk, sedangkan 21 orang (70%) menyatakan perilaku baik.
Hasil penelitian diperoleh hampir sebagian perilaku buruk dan
tidak DBD, dikarenakan pada pagi hari rumah tidak ada orang sehingga kesempatan
nyamuk aedes aigypti menggigit tidak ada. Pada malam hari
responeden mtidur menggunakan obat nyamuk bakar dan ada yang menggunakan
kelambu. Hal
ini sejalan dengan teori Bloom dalam Depkes (2001) bahwa dalam status kesehatan,
faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang paling dominan dari ke
empat faktor keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku. Selain
itu, teori Notoatmodjo (2003) mengungkapkan perilaku terhadap sakit dan
penyakit sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni pertama, perilaku
sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion behavior). Tingkat kedua, perilaku pencegahan
penyakit (Health prevention behavior)
adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai
kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes
Aegpty. Begitu juga hasil penelitian Yatim (2001), bahwa cara yang paling
efektif yang dapat dilakukan keluarga dalam pencegahan DBD adalah dengan 3 Mplus,
yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, memberikan bubuk abate; menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai dengan
kondisi setempat.
Upaya pencegahan penyakit demam berdarah dengan membersihkan pekarangan rumah, membersihkan rumah,
bak air di kamar mandi jika bisa
dikuras setiap hari. Jika memiliki pot-pot bunga di dalam rumah harus diganti airnya
setiap hari karena pot
tersebut merupakan tempat bersarang nyamuk penyebab deman berdarah (Rotua Sumihar, 2009). Hasil penelitian Fathi dan Chatarina (2005) juga menunjukkan
bahwa tindakan 3M berperan positif
terhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD, selain itu penelitian Anton
(2008) bahwa kebiasaan keluarga memakai anti nyamuk disiang hari berhubungan
dengan kejadian DBD dan kebiasaan keluarga menggantung pakaian berhubungan
dengan kejadian DBD.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Ada hubungan yang bermakna antara variabel sanitasi
lingkungan dan perilaku dengan kejadian DBD di Kelurahan Cempaka Permai Kecamtan Gading Cempaka
Kota Bengkulu.
SARAN
Disarankan petugas puskesmas meningkatkan program penyuluhan
tentang penyakit DBD kepada masyarakat baik di dalam dan di luar gedung
Puskesmas serta meningkatkan peran serta masyarakat melalui
pemberantasan
sarang nyamuk seperti menjalankan 3 M plus.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman
Chandra, 2005. Pengantar Kesehatan
lingkungan Kedokteran .Jakarta : EGC.
Dep Kes RI, 2001. Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL). Jakarta.
_________1999. Pedoman Penanggulangan Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Depkes RI.
,2003. Standar
Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Untuk PKM. Jakarta: Dirjen PPM dan PL.
,2007. Penyelidikan
dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan.
Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu, 2009. Laporan
Tidak Diterbitkan.
Fathi dan
Chatarina. 2005. Peran Faktor Lingkungan
dan perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram.
Mataram : Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Hadinegoro,
S.R.H, 1999. Demam Berdarah Dengue.Jakarta
: FKUI.
Murti, B.
2000. Prinsip dan Metode Riset
Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Notoatmojo, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Adi Maha
Satya.
Purwanto,
H, 1999. Pengantar Perilaku Manusia untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sitorus,
Rotua Sumihar. 2009. Perilaku Masyarakat
Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota
Medan Tahun 2009. USU.
Yasmin,
1999. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar